Sabtu, 01 Oktober 2011

Perang Fatahillah Terhadap Portugis Mempertahankan Sunda Kelapa


Fatahillah disebut juga Faletehan, merupakan Panglima Pasukan Cirebon. Beliau berasal dari Pasai, Aceh. Nama aslinya adalah Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan.

Pada masa itu Kesultanan Cirebon bersekutu dengan Demak dan berhasil menjadi penguasa Sunda Kelapa, dari kekuasaan Portugis pada tanggal 22 Juni tahun 1527.

Sunda Kelapa kemudian oleh Fatahillah pada tanggal 22 Juni 1527 diganti nama menjadi Jayakarta, Fatahillah anti terhadap penjajahan bangsa Portugis, karena mereka dengan bantuan syahbandarnya menaklukkan kota kelahirannya, yaitu Pasei di Aceh (Sumatera) pada tahun 1521. Ia meninggal pada tahun 1570 dan dimakamkan di Cirebon.

Nama aslinya Faddillah Khan atau Faletehan. Ia merupakan menantu dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.  Berdasarkan jalannya peristiwa sejarah yang diuraikan dalam Purwaka Caruban Nagari nama Fadhillah lebih memungkinkan untuk disamakan dengan berita Portugis yang menyebut Falatehan, demikian juga arti Fadhillah sangat mirip dengan Fatahillah yang berarti juga "kemenangan karena Allah".

Menurut sumber "Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari" dan "Negarakertabhumi", ayah Fatahillah dari Pasei merupakan seorang keturunan Arab dari Gujarat (India), Pada tahun 1521 Pasei berhasil direbut Portugis, kemudian ia berlayar ke Mekah. Sekitar tahun 1525 ia ke Jepara dan menikah dengan Nyai Ratu Pembayun (adik Sultan Trenggana dari Demak).

Kemudian berturut-turut menaklukkan daerah Banten dan Sunda Kalapa. Setelah kemenangan itu, kemudian Fatahillah menikah dengan Ratu Ayu (puteri Sunan Gunung Jati). Tidak diketahui secara pasti ia menguasai Jayakarta, namun saat akhir hidupnya berada di Cirebon dan dimakamkan di sana.

Fatahillah merupakan seorang tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat yang berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis pada tanggal 22 Juni 1527. Kemudian ia menggantinya menjadi Jayakarta, yang berarti "kemenangan yang sempurna". Kota ini dalam perkembangannya berubah nama menjadi Jakarta dan tanggal 22 Juni menjadi hari jadi kota tersebut. Sifat perekonomian serta perdagangannya mengandung unsur-unsur Islam.

Usahanya untuk mensiarkan Islam, baik dalam usaha pemerintahan maupun diplomasinya dengan raja-raja Islam menunjukkan sebagai seorang ulama dan negarawan mahir. Ketekunannya dalam memperjuangkan Islam serta kesungguhannya mengamalkan agama Islam, menjadikannya tergolong deretan Wali Sanga (Wali Sembilan).

Ia dipandang sebagai Panglima Perang yang cakap dan gagah perkasa. Jasanya sangat besar dan pengaruhnya dalam memperluas wilayah dan penyebaran Islam terutama di pesisir air pantai utara Jawa. Selain Jakarta sebagai daerah dakwahnya adalah Kerajaan Demak, Banten, dan Cirebon. Itulah sebabnya sejarah Fatahillah yang telah mendirikan Kota Jakarta tak dapat dipisahkan dengan Kerajaan Demak, Cirebon, dan Banten.

Sebagai penghargaan dan peringatan akan jasa-jasanya, maka di Jakarta terdapat taman Fatahillah, dan sebagai lambang untuk melanjutkan cita-cita dakwah Islamnya serta perjuangannya menegakkan kebenaran serta mengusir penjajah, maka namanya dipergunakan sebagai nama salah satu Perguruan Tinggi Islam di bawah Departemen Agama, yaitu lAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berlokasi di Ciputat.

Sumber dan referensi:
-  H.J. de Graaf dan Th. Pigeaoud, "Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa - Peralihan Dari Majapahit ke Mataram", 2003.
-  www.jakarta.go.id
-  wikipedia.org

2 komentar: